Minggu, 21 Maret 2021

[Bibliostation] Museum untuk Para Kutu Buku

Tak terasa sudah memasuki Maret, ya Penefiers. Kita sudah menjelajahi banyak lokasi seru bersama. Semoga tempat-tempat tersebut cocok untuk kalian dan para kutu buku lainnya. Kali ini Penfi ingin membawa kalian ke museum peninggalan salah seorang tokoh nasional. Wah, siapa ya? Sssttt…  ulang tahunnya hanya selisih satu hari dengan hari lahir PNFI dan hari itu ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional. Sudah tahu atau belum nih? Baiklah, langsung saja kita berkunjung ke Museum Dewantara Kirti Griya di Yogyakarta.


SEKILAS:

Yup, dari namanya juga bisa ditebak, museum ini adalah peninggalan Ki Hadjar Dewantara. Jadi jangan heran bila isi museum ini ada barang-barang peninggalan Ki Hadjar Dewantara beserta keluarganya.

Rumah Jl. Tamansiswa No. 31 tersebut dahulu berdiri di atas tanah seluas 2.720 m2 dan bangunan seluas 300 m2 yang dibeli oleh Ki Hadjar Dewantara pada tanggal 14 Agustus 1935. Ada info bahwa rumah tersebut sudah ada sejak 1915. Kemudian pada 18 Desember 1951, rumah tersebut dihibahkan kepada Yayasan Persatuan Perguruan Tamansiswa.

Pada November 1957, beliau mendapat persembahan bakti dari para Pecinta Taman Siswa berupa rumah di Jl. Kusumanegara No. 131 yang diberi nama Padepokan Ki Hadjar Dewantara. Setahun kemudian, Ki Hadjar Dewantara meminta agar rumah Jl. Tamansiswa No. 31 dijadikan museum. Permintaan tersebut baru mulai direalisasi setelah beliau wafat pada 26 April 1959. Sejak tahun 1960, Taman Siswa berusaha mewujudkan keinginan beliau tersebut. Tahun 1963, setelah mendapat pengetahuan dasar pengelolaan museum, terbentuk panitia Museum Tamansiswa. Namun, museum tersebut belum juga terwujud sepenuhnya.

Hingga akhirnya, tepat pada 2 Mei 1970, Hari Pendidikan Nasional, museum ini resmi dibuka untuk umum oleh Nyi Hadjar Dewantara sebagai pimpinan umum Taman Siswa. Museum ini diberi nama Dewantara Kirti Griya. Nama tersebut digagas oleh ahli bahasa Jawa, Hadiwdjono. Kirti berarti pekerjaan dalam bahasa Sansekerta, sedangkan griya berarti rumah. Bila digabungkan, museum ini berarti rumah yang berisi hasil kerja Ki Hadjar Dewantara. Pembukaan juga ditandai dengan candrasengkala Miyat Ngaluhur Trusing Budi yang menunjukkan angka tahun 1902 Jawa atau 2 Mei 1970 Masehi.

Bila Penefiers mengunjungi museum ini, kalian tidak akan hanya melihat bangunan utama, tapi juga pendopo setingginya sekitar 12 m dengan lantai pendopo lebih tinggi 1 m dari lantai tanah. Pendopo sempat diperluas pada tahun 1952 dengan penambahan sayap utara dan selatan yang digunakan sebagai tempat penyimpanan gamelan.

Selain itu, salah satu ciri museum ini adalah adanya patung Ki Hadjar Dewantara di bagian depan. Pada bagian depan patung tersebut tertulis Tut Wuri Handayani sedangkan bagian belakang tertulis nama pembuat patung, Ki Hendrojasmoro. Patung ini diresmikan pada 16 Desember 1975 oleh Sri Sultan Hamengkubowono IX.

Masuk lebih dalam, ada ribuan koleksi yang dapat dilihat oleh pengunjung. Koleksi-koleksi tersebut tentu saja telah ditata rapi. Ada perabotan rumah tangga, foto, Koran, majalah, buku-buku, surat-surat, dan lain-lain. Buku-bukunya sendiri mencapai 2.341 berdasarkan informasi dari situs Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta.

Oh ya, perlu diketahui juga, museum ini telah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya dalam Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata nomor PM.25/PW.007/MKP/2007 di Jakarta, 26 Maret 2007.




Nah, inilah museum Dewantara. Apakah ada Penefiers yang pernah berkunjung ke sini?

Kali berikutnya kita akan ke tempat menarik lain lagi, lho! Nantikan Bibliostation berikutnya ya! Oh ya, jangan lupa ada Author of the Month dan Booklicious yang menunggu kalian jelajahi juga!

KONTAK:

          Alamat           : Jl. Tamansiswa No. 31

  Wirogunan, Mergangsan, D.I.Yogyakarta 55151

 

JAM OPERASIONAL: 

Senin – Kamis & Sabtu        : 08.00 – 13.00 WIB

Jumat                              : 08.00 – 11.00 WIB

Minggu                             : Tutup

 

BIAYA:

            Biaya            : Sukarela


SUMBER DATA:

1.       https://museumdewantara.omeka.net/

2.       https://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Dewantara_Kirti_Griya

3.       https://asosiasimuseumindonesia.org/anggota/178-museum-dewantoro-kirti-griya.html

4.       https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbyogyakarta/museum-dewantara-kirti-griya-3/

5.       https://kebudayaan.jogjakota.go.id/detail/index/859

6.       https://www.goodnewsfromindonesia.id/2017/05/02/jejak-langkah-sang-bapak-pendidikan-di-yogyakarta

7.       https://gudeg.net/direktori/1780/museum-dewantara-kirti-griya-yogyakarta.html#prettyPhoto

8.       https://travelingyuk.com/museum-dewantara-kirti-griya/228986

9.       https://visitingjogja.com/28361/museum-dewantara-kirti-griya-dkg-yogyakarta/


Sabtu, 20 Maret 2021

[Booklicious] Karakter Fiksi Kutu Buku Menurut Penfi!

Sudah berapa lama kalian menjadi kutu buku? Tidak hanya ditemukan di dunia nyata, dalam fiksi pun tidak jarang kita menemukan karekter kutu buku lho! Kali ini Penfi mau rekomenda-sikan buku dengan karakter kutu buku untuk kalian. Mari kita lihat satu per satu!

 


MATILDA

oleh Roald Dahl

Siapa yang belum tahu Roald Dahl? Bagi penggemar fantasi terutama bacaan anak-anak, nama ini tidak asing. Matilda adalah salah satu buku paling terkenal dan terlaris dari Roald Dahl. Versi Indonesia sendiri sudah ada terjemahan dari Gramedia Pustaka Utama (1991, 2002) dan Noura Books (2018). 

Tahun 1990, cerita Matilda ini diangkat ke drama musikal di Redgrave Theatre oleh Rony Robinson, Ken Howard, dan Alan Blaikley. Kemudian pada tahun 2011, Cambridge Theatre juga ada drama musikal Matilda yang dibuat Dennis Kelly dan Tim Minchin.

Pada tahun 1996, Matilda juga dijadikan film layar lebar lho, Penefiers! Pada 2018, Netflix juga mengumumkan akan mengadaptasi Matilda beserta karya Roald Dahl lain seperti The BFG, The Twits, dan Charlie and the Chocolate Factory.


Matilda Wormwood adalah anak mandiri, gemar membaca, dan sangat cerdas. Walau masih belia, dia dapat menghabiskan berjam-jam di perpusatakaan hanya membaca karya-karya klasik. Wow!

Petualangan Matilda yang sesungguhnya dimulai ketika sekolah. Belum apa-apa sudah dapat musuh bebuyutan, Miss Trunchbull si kepala sekolah. Waduh kok bisa? Dan di sekolah inilah Matilda pertama kali mengetahui kekuatan supernaturalnya. Dengan kekuatan itu, dia harus menyelamatkan sekolah dan guru kesayangannya. Kira-kira apa kekuatan Matilda itu?


JONATHAN STRANGE AND MR. NORRELL

oleh Susanna Clarke

Mungkin ada Penefiers yang belum tahu buku ini, tapi malah tahu seri televisinya. Yup, buku ini sudah dijadikan seri 7 episode di BBC One pada 2015. Filmnya diakui British Film Institute sebagai salah satu seri televisi paling penting di tahun 2015.

Novel ini pertama kali terbit pada 2004. Berlatar Inggris Raya pada abad ke-19 namun dengan sejarah alternatif sendiri. Dahulu, sihir memang ada, tapi pada masa itu sihir telah menjadi sebuah teori pembelajaran tanpa praktek. Sampai kemudian muncul Mr. Norrell, seorang praktisi sihir. Dengan bantuan Mr. Segundus, dia ingin membangkitkan sihir pratis di samping sihir teoritis. Bagaimana dengan Jonathan Strange? Jonathan juga bisa menyihir. Dia berguru pada Mr. Norrell, namun Mr. Norrell terlalu takut untuk mengajari lebih banyak padanya karena takut murid itu menjadi lebih hebat dari guru. Dia akhirnya memindahkan sebagian koleksi bukunya ke perpustakaan lama miliknya. Yup, dia adalah kutu buku dengan koleksi yang sangat banyak sampai punya perpustakaan sendiri.


Penfi jadi takut, nih, mau bahas terlalu jauh, takut spoiler. Penefiers lebih baik baca sendiri saja, deh. Terutama bagi kalian yang suka bumbu-bumbu sejarah dalam novel fantasi. Novel ini sudah diterjemahkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada 2009 dan dibagi ke dalam tiga jilid karena saking tebalnya buku ini.


ALL SOULS SERIES

oleh Deborah Harkness

Buku ini juga telah diadaptasi ke seri televisi di tahun 2018. Sama seperti Jonathan Strange and Mr. Norrell, seri ini ada bumbu sejarahnya. Ini adalah novel debut karya Deborah Harkness yang memadukan genre paranormal romance dengan historical fantasy

Diana Bishop, seorang profesor di Universitas Yale yang juga seorang penyihir selalu menyangkal status penyihirnya setelah kematian kedua orangtuanya. Dia berusaha tidak mempraktikkan sihir untuk menghindari interaksi dengan penyihir lain. Dalam suatu kesempatan, dia menemukan sebuah manuskrip kuno yang juga lama dicari oleh pihak lain. Manuskrip apa itu? Dengan bantuan vampire bernama Matthew Clairmont, dia harus menemukan potensi sihir dalam darahnya dan melindungi semua orang yang disayangi.

Awalnya buku ini hanya trilogi, tapi kemudian ada buku ke-4 juga, lho! Apakah seri ini sudah diterbitkan di Indonesia? Saat ini belum. Tapi siapa tahu dengan antusiasme Penefiers, buku ini punya kesempatan bertemu dengan pembaca Indonesia?





Sekian rekomendasi Penfi kali ini. Selain jadi kutu buku di kamar, jangan lupa kalau di dunia luar masih banyak tempat indah yang patut dikunjungi seperti rekomendasi Penfi di Bibliostation Maret. Sampai jumpa bulan depan!






[AotM] Susanne Clarke, Kutu Buku yang Suka Riset

 

Pada Author of the Month kali ini, Penfi mau kenalkan kalian dengan penulis yang bukan hanya gemar membaca, namun juga gemar riset untuk novelnya. Penulis ini telah lama hiatus, namun akhirnya kembali dengan novel kedua pada 2020 lalu. Karyanya selalu kental dengan sihir dan nuansa historis. Siapakah dia kalau bukan Susanne Clarke? Yuk, kita cari tahu lebih banyak tentang penulis ini.



TENTANG PENULIS:

 

Susanne Clarke lahir di Nottingham, Inggris pada 1 November 1959. Dia menghabiskan masa kecil di Inggris Utara dan Skotlandia. Clarke memiliki latar filosofi, politik, dan ekonomi selama mengenyam pendidikan di St. Hilda’s College, Oxford. Selama delapan tahun dia bekerja di penerbitan bernama Quarto & Gordon Fraser. Clarke juga sempat mengajar bahasa Inggris selama dua tahun di Turin, Italia, dan Bilbao, Spanyol. Pada 1992 dia kembali ke Inggris. Tahun 1993 dia menjadi editor di Simon and Schuster di Cambrigde hingga sepuluh tahun kemudian.



Oh ya, dia juga seorang kutu buku yang menggemari karya Sir Arthur Conan Doyle, Charles Dickens, dan Jane Austen. Siapa, nih, yang punya selera sama dengannya?

Susanne Clarke memang lebih dikenal melalui novel debutnya, Jonathan Strange & Mr. Norrell. Novel ini berlatar Inggris pada abad ke-19 dalam versi alternatif. Ceritanya berpusat pada dua orang bernama Jonathan Strange dan Gilbert Norrell. Nah, kita tidak akan membahas novel ini di sini karena novel tersebut akan dibahas di Booklicious bulan ini. Jadi, jangan lupa kunjungi juga, ya!

Clarke sudah menulis sejak dia kembali ke Inggris, tepatnya 1993. Karyanya saat itu berupa cerita pendek berlatar dunia Jonathan Strange & Mr. Norrell. Nah, siapa sangka, satu dekade kemudian, pada tahun 2004, novel pertamanya terbit dan sangat laris. Salah satu cerita pendeknya, The Duke of Wellington Misplaces His Horse diterbitkan dalam edisi terbatas. Cerita Mr. Simonelli/The Fairy Widower berhasil masuk ke daftar pendek World Fantasy Award 2001.


Dua tahun, pada 2006 kemudian dia menerbitkan kumpulan cerita pendek The Ladies of Grace Adieu and Other Strories. Latarnya sama seperti novel pertama, Inggris, dalam masa-masa penuh sihir. Ceritanya sendiri berpusat pada wanita dan sihir.

Sejak saat itu, Susanne Clarke belum ada karya lain lagi. Penggemar selalu bertanya-tanya, apa yang terjadi pada Clarke dan kapan dia akan menerbitkan buku lagi? Sebuah sekuel dari Jonathan Strange & Mr. Norrell direncanakan di 2004. Novel tersebut akan mengambil tempat beberapa tahun setelah buku pertama. Namun, buku tersebut belum selesai sampai sekarang.

Pada 2006 dilaporkan Susanne Clarke menderita "Chronic Fatigue Syndrome", sebuah sindrom yang membuat orang merasa lelah sepanjang waktu, termasuk nyeri otot, dan sulit berkonsentrasi. Clarke sadar bahwa menulis sebuah sekuel akan sangat sulit mengingat kondisinya saat itu. Dia kemudian berpaling kepada proyek lama yang karakternya lebih sedikit, begitu juga waktu risetnya.

Pada akhirnya, penantian panjang penggemar terbayarkan. Novel kedua Clarke, Piranesi terbit pada September 2020. Buku ini bercerita tentang Piranesi dan sebuah rumah unik yang ruangannya tak terhingga, koridornya tak terkira, ribuan patung menghiasi dinding rumah dan tak ada satu pun yang sama. Piranesi seolah hidup untuk menjelajahi rumah itu.

Terdengar menarik, bukan? Kira-kira apakah buku ini akan terbit di Indonesia? 


Saat ini hanya Jonathan Strange & Mr. Norrell yang sudah diterjemahkan di Indonesia. Itu pun sudah sulit ditemukan lagi di pasaran, baik baru atau bekas. Kira-kira Penefiers berharap novel ini cetak ulang atau tidak? Yuk, tinggalkan kesan kalian terhadap buku-buku Susanne Clarke! Siapa tahu semakin banyak yang teracun untuk membaca buku Clarke.

Baiklah, Penfi pamit dulu. Kita akan ketemu lagi di Author of the Month April. Jangan lupa kunjungi Booklicious dan Bibliostation juga, ya!


BUAH PENA:

Novel:

·         Jonathan Strange & Mr. Norrell (2004)

Diterbitkan di Indonesia oleh Gramedia Pustaka Utama (2009)

·         Piranesi (2020)

 

Kumpulan Cerita Pendek:

The Ladies of Grace Adieu and Other Stories (2006)