Minggu, 26 Juli 2020

[Bibliostation] Perpusnas, Perpustakaan Kebanggaan Indonesia

Halo, Penefiers!

Penfi yakin kalian pasti kangen jalan-jalan karena di rumah terus kan? Tapi kondisi sekarang memang belum memungkinkan untuk ke tempat jauh-jauh. Nah, tenang saja, mulai bulan ini Penfi akan ajak kalian jalan-jalan secara virtual. Kita akan mengunjungi lokasi-lokasi yang pastinya sangat menarik bagi para kutu buku. Mari Penfi perkenalkan rubrik baru PNFI bernama Bibliostation!

Penfi sendiri sadar bahwa banyak di antara Penefiers yang doyan hangout atau backpacker. Kutu buku juga tidak selalu mengurung diri di rumah, bukan? Untuk stasiun pertama, kita akan berhenti di Jakarta, tepatnya di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI). Terpilihnya Perpusnas RI karena bulan ini kita juga memperingati Hari Pustakawan Nasional di 7 Juli dan kita bisa mengajak anak-anak mengembangkan minat baca dengan berkunjung ke sana pada Hari Anak Nasional di 23 Juli, loh! Ayo, langsung kita cari tau tentang Perpusnas RI!


SEKILAS:

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia berdiri pada tanggal 17 Mei 1980 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1989. Hayo, sudah berapa tahun, nih, perpustakaan kebanggaan Indonesia ini berdiri? Lokasinya gedung perpustakaannya mudah diakses, yaitu berada di Jalan Medan Merdeka, sedangkan untuk perkantoran sebagian besar ada di Jalan Salemba Raya. Nah, Penfi akan kupas sedikit sejarah Perpusnas. Untuk sejarah lebih lengkap, dapat kunjungi website Perpusnas.

Pada 24 April 1778, berdiri sebuah lembaga pelopor Perpusnas bernama Bataviaasch Genootschap, namun lembaga ini akhirnya bubar pada tahun 1950. Perpusnas berdiri pada tahun 1980 dan merupakan integrasi empat perpustakaan besar. Keempat perpustakaan tersebut adalah Perpustakaan Museum Nasional, Perpustakaan Sejarah, Politik, dan Sosial (SPS), Perpustakaan Wilayah DKI Jakarta, dan Pusat Pembinaan Perpustakaan. Sampai tahun 1987, Perpusnas berlokasi di tiga tempat terpisah, yaitu Jl. Merdeka Barat No. 12, Jl. Merdeka Selatan No. 11, dan Jl. Imam Bonjol No. 1. Kemudian Perpusnas baru memperoleh sumbangan lahan seluas sekitar 16.000 m2 di Jl. Salemba Raya No. 28A beserta gedung berlantai sembilan dan gedung baru yang saat itu sedang direnovasi. 

Gedung baru yang direnovasi itulah yang kemudian menjadi gedung kantor dan sekretariat. Gedung berlantai sembilan berfungsi sebagai gedung perpustakaan umum. Ketiga lokasi perpustakaan yang semula terpencar akhirnya dapat digabungkan ke satu gedung. Sebelum Perpusnas berusia ke-9, tepatnya pada 6 Maret 1989, Perpusnas telah menjadi Lembaga Pemerintah Non-Departemen yang langsung bertanggung jawab kepada Presiden. Dengan demikian, lembaga ini tidak lagi dipegang oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.




Logo baru Perpusnas mulai dipakai sejak 29 Desember 2014 sampai saat ini.  Apakah Penefiers mau tau arti logonya? Nih, Penfi rincian di bawah:

- Bintang, melambangkan ketinggian ilmu dan kemuliaan, pelita / penerang di tengah malam, dan petunjuk arah.

o   Segilima, melambangkan dasar negara Pancasila.

- Buku Terbuka, melambangkan ilmu pengetahuan yang senantiasa berkembang.

o   Terbuka ke arah kanan, melambangkan ilmu pengetahuan membawa manfaat bagi kesejahteraan umat manusia.

- Warna Hijau, melambangkan pertumbuhan dan regenerasi, dan buku sebagai sumber pengetahuan.

- Warna Biru, melambangkan ketenangan berpikir dan kedalaman ilmu pengetahuan yang dimiliki merupakan landasan pengabdian kepada masyarakat, nusa, dan bangsa.

- Gradasi Warna Hijau dan Biru, melambangkan konsep “Habis Gelap Terbitlah Terang” yang berarti membaca buku akan membuka cakrawala berpikir dan ilmu pengetahuan bagi umat manusia.

Pada 14 September 2017, Presiden Joko Widodo meresmikan Gedung Fasilitas Layanan Perputakaan yang baru. Gedung ini ada 27 lantai yang terdiri dari 24 lantai untuk perpustakaan dan 3 lantai untuk parkir bawah tanah (basement). Jadi, jangan heran kalau Perpusnas RI disebut sebagai perputakaan paling tinggi di dunia. Tinggi gedung sendiri adalah 126,3 m dengan luas bangunan 50.917 m2. Gedung ini berdiri di atas lahan seluas 11.975 m2.

Gedung ini berkonsep green building dengan konsumsi energi 150kwh/mm2 per tahun. Pembangunannya sendiri butuh waktu selama 2,5 tahun. Nah, tahukah Penefiers berapa biaya pembangunannya? Jawabannya, sekitar Rp465,2 miliar. Wow!

Fasilitas apa saja yang ada di dalam sana? Sangat banyak, mulai dari ruang layanan keanggotaan, kantin, musala, layanan buku langka, layanan anak, lansia, dan disabillitas, hingga layanan multimedia. So, harus bangga, dong, punya perpustakaan yang begitu bagus dan lengkap. Semoga fasilitas-fasilitas ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan dan terutama meningkatkan minat baca generasi muda. Aduh, Penfi jadi ngiler, nih, hanya pikir isi perpustakaan saja.

Penfi rincikan tiap lantainya saja deh biar ngiler bareng:

  • Lantai 1         : Lobi Utama
  • Lantai 2         : Ruang Layanan Keanggotaan, Penelusuran Informasi, dan Auditorium
  • Lantai 3         : Zona Promosi Budaya Baca
  • Lantai 4         : Ruang Pameran dan Kantin
  • Lantai 5         : Perkantoran atau Ruang Pustakawan
  • Lantai 6         : Pusat Data dan Musala
  • Lantai 7         : Layanan Anak, Lansia, dan Disabilitas
  • Lantai 8         : Layanan Audiovisual
  • Lantai 9         : Layanan Naskah Nusantara
  • Lantai 10-11   : Penyimpanan Koleksi Monograf Tertutup
  • Lantai 12-13   : Ruang Baca Koleksi Monograf Tertutup
  • Lantai 14       : Layanan Koleksi Buku Langka
  • Lantai 15       : Layanan Referensi, Koleksi Online, dan Ilmu Perpustakaan
  • Lantai 16       : Layanan Koleksi Foto, Peta, dan Lukisan
  • Lantai 17-18   : Kantor Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia
  • Lantai 19       : Layanan Multimedia
  • Lantai 20       : Layanan Koleksi Berkala Mutakhir dan Mancanegara
  • Lantai 21-22   : Layanan Koleksi Monograf Terbuka
  • Lantai 23       : Layanan Koleksi Majalah Terjilid
  • Lantai 24       : Layanan Koleksi Budaya Nusantara, Executive Lounge, dan Ruang Penerimaan Tamu Mancanegara 

Nah, apakah Penefiers semakin tertarik untuk kunjungi Perpusnas? Bagi kalian yang pernah pergi, boleh dong bagi pengalamannya di komentar. Bagi kalian yang belum, semoga bisa segera mengunjungi sini ya! Sampai jumpa di Bibliostation bulan depan! Jangan lupa sambil jaga kesehatan!


KONTAK:

         Alamat Gedung Layanan Perpustakaan       : Jl. Medan Merdeka Selatan No. 11, Jakarta 10110

Alamat Sekretariat                                   : Jl. Salemba Raya No. 28A, Jakarta 10110

          E-mail                                                    : info@perpusnas.go.id

          Website                                                  : www.perpusnas.go.id 

JAM OPERASIONAL: 

Senin-Kamis   : 08.00 – 21.00 WIB

          Jumat           : 09.00 – 21.00 WIB

Sabtu-Minggu : 09.00 – 16.00 WIB

Hari Besar      : Tutup

BIAYA:

Gratis




Informasi yang ada dalam artikel ini berasal dari:

Sabtu, 25 Juli 2020

[Booklicious] Fantasi untuk Anak Indonesia

Halo, Penefiers!


Setelah vakum sekian lama, akhirnya Penfi kembali lagi dengan Author of the Month dan Booklicious baru, nih! Berhubung bulan ini ada Hari Anak Nasional yang jatuh pada 23 Juli, maka kali ini Penfi mau rekomendasikan novel fantasi untuk anak-anak. Penefiers yang masih bingung mau kasih bacaan apa ke anak, adik, murid, atau teman, coba deh cek Booklicious kali ini. Buku-buku ini pun karya penulis Indonesia, jadi dijamin penuh kearifan lokal. Ini dia, tiga buku rekomendasi Penfi untuk anak-anak Indonesia!

NIBIRU: MASA KEHANCURAN

oleh Tasaro GK

Nibiru pertama kali diterbitkan dengan judul Nibiru dan Kesatria Atlantis oleh Penerbit Tiga Serangkai pada tahun 2010. Kemudian pada Februari 2019 lalu, Penerbit Bhuana Ilmu Populer (Bhuana Sastra) mencetak ulang Nibiru karya Tasaro GK dengan kover baru dan berjudul Nibiru: Masa Kehancuran. Dalam edisi baru ini ada sedikit penyuntingan dan tambahan ilustrasi karakter-karakter tokoh. Ketika menulis seri ini, Tasaro GK juga melakukan riset dan memasukkan unsur sejarah dalam bukunya. Pokoknya punya ciri khas fantasi Indonesia banget, lah!

Nibiru sendiri berlatar di sebuah negeri bernama Kedhalu, pada era Plugos di akhir tahun 26.954 kalender Raja-raja. Di negeri itu, anak-anak dilatih di sekolah khusus dan punya tradisi mendatangkan kekuatan super. Kemudian ada ramalan bahwa setiap 5013 tahun, Nibiru alias Sang Pembawa Kehancuran akan datang ke Kedhalu. Sekelompok anak pun berupaya mematahkan ramalan tentang kehancuran Kedhalu tersebut. Upaya mereka akan membawa petualangan seru dan tak terduga.

Wah, sepertinya seru banget, ya! Dengar-dengar Nibiru dikonsepkan menjadi pentalogi. Bahkan buku keduanya sudah siap ditulis, loh!. Semoga buku lainnya tidak menggantung terlalu lama. Sembari menunggu buku lain, ayo Penfi baca dulu buku pembuka ke negeri Kedhalu ini!


ANAK REMBULAN: GEROMBOLAN SEMUT HITAM

oleh Djokolelono

Bagi Penfi yang sudah gemar membaca sejak tahun 1970-an pasti tau penulis ini. Penulis yang kerap disapa Eyang Djoko ini telah menulis dan menerjemahkan puluhan karya berkualitas. Novel fantasinya pada saat itu termasuk angin segar bagi literatur Indonesia. Beberapa tahun terakhir beliau kembali aktif dalam menulis dan menerjemahkan buku. Salah satu karya comeback-nya adalah Anak Rembulan.

Anak Rembulan pertama kali diterbitkan oleh Penerbit Mizan (Mizan Fantasi) pada Agustus 2011 silam. Kalau melihat kovernya yang bernuansa biru dengan bocah bertatapan tajam dan subjudul “Negeri Misteri di Balik Pohon Kenari”, Penfi pasti berpikir ini semacam novel tentang dunia gaib, penuh misteri, dan menakutkan. Menurut Penfi memang tidak salah sih, tapi tidak sesuram yang dibayangkan kok. Hal yang pasti, ceritanya penuh petualangan, ada unsur time travel, ada sedikit legenda lokal, dan dibumbui humor khas Eyang Djoko. Pokoknya harus baca sendiri deh baru tau sensasinya!

Ceritanya tentang Nono yang berusia 10 tahun berlibur sendirian ke rumah Mbah-nya di Wlingi. Suatu hari, Nono diminta mengambil tahu goreng ke Njari. Dalam perjalanan, Nono beristirahat sejenak dan merendam kakinya di Kali Njari, sedangkan sepeda pinjamannya disandarkan pada sebatang pohon kenari besar. Betapa terkejutnya Nono ketika sepeda itu hilang dan seorang anak tiba-tiba muncul untuk mengajaknya bersembunyi. Lebih mengejutkan lagi, ternyata Nono sudah terbawa ke masa lalu, ke dunia di balik pohon kenari.

Nah, bagaimana cara Nono bisa lolos dari dunia itu? Penefiers harus baca sendiri untuk mencari tau. Mumpung buku ini baru dicetak ulang pada April 2020 lalu, jadi tidak sulit untuk ditemukan. Cetakan baru ini diberi subjudul lain, yaitu “Gerombolan Semut Hitam” dan kovernya juga diganti dengan yang lebih ciamik. Aduh, Penfi pun tergiur pengin koleksi kover baru ini!



DRU DAN KISAH LIMA KERAJAAN

oleh Clara Ng

Buku terakhir yang Penfi rekomendasikan adalah Dru dan Kisah Lima Kerajaan yang diterbitkan oleh Penerbit Gramedia Pustaka Utama pada April 2016 silam. Buku ini sedikit berbeda dengan dua buku sebelumnya. Buku ini lebih tipis, karena target pembacanya lebih muda. Selain itu, buku ini dijilid hardcover dan dilengkapi ilustrasi penuh warna. Alhasil, buku ini sangat cocok dikoleksi dan dibaca oleh anak yang sedang meningkatkan level bacaannya.

Buku ini bercerita tentang Dru dari desa Patala yang dihukum tidak boleh ke mana-mana oleh ibunya karena terlibat perkelahian dengan bocah lain. Dru yang cemberut di kamarnya sedang melihat ke arah laut ketika selendang kesukaannya diterbangkan angin dan jatuh ke tengah laut. Tiba-tiba cahaya dan buih di depan mata Dru berubah menjadi banyak kupu-kupu dan seekor kupu-kupu raksasa menjadi tumpangan Dru menuju dunia yang penuh keanehan. Kisah Dru dalam mencari selendangnya pun dimulai. Dari petualangan tak terduga ini, banyak nilai yang dapat dipetik oleh Dru seperti yang akan Penefiers baca nanti.

Clara Ng menjalin cerita imajinatif ini dalam dekapan budaya Indonesia yang hangat. Bahkan ilustrasi dari Renata Owen pun mengambil gagasan motif batik Indonesia yang indah. Pesona lainnya adalah pesan-pesan moral yang tersirat dan harus digali oleh anak secara mandiri. Omong-omong, Clara Ng menjadi Author of the Month di Juli ini, loh! Bagi yang pengin tau lebih banyak tentang penulis ini, jangan lupa untuk baca, ya!



Gimana, suka dengan rekomendasi Penfi kali ini? Sebenarnya masih banyak novel anak berkualitas yang patut dibaca anak-anak. Lain kali akan Penfi rangkum lagi bila ada kesempatan. Sekian Booklicious kali ini. Bulan depan, Penfi akan rekomendasikan buku yang tidak kalah keren juga!



Rabu, 15 Juli 2020

[AotM]: Mendongeng Bersama Clara Ng

Halo, Penefiers!

Setelah vakum sekian lama, akhirnya Penfi kembali lagi dengan Author of the Month dan Booklicious baru, nih! Berhubung bulan ini ada Hari Anak Nasional yang jatuh pada 23 Juli, maka kali ini Penfi mau kenalin kalian dengan salah satu penulis buku anak kebanggaan Indonesia. Beberapa dari kalian mungkin sudah mengenal atau sekadar tahu namanya. Karyanya sangat banyak dan tidak hanya bacaan untuk anak-anak, tapi juga fiksi untuk dewasa muda. Yuk, mari kita kenalan dengan penulis yang sudah hobi baca sejak kecil ini, yaitu Clara Ng!

 



Penulis kelahiran 28 Juli 1973 ini bernama asli Clara Regina Juana. Wah, hanya selisih beberapa hari dengan Hari Anak Nasional!

Sejak kecil, Clara memang sudah gemar membaca dan apa yang dibaca pun lebih berat dari bacaan anak seusianya. Setelah menamatkan sekolah di Indonesia, Clara Ng pun melanjutkan studi Komunikasi Interpersonal di Ohio State University dan bekerja di Amerika untuk beberapa waktu. Begitu kembali ke Indonesia, Clara Ng pun sempat bekerja di perusahaan pelayaran hingga akhirnya memutuskan untuk berhenti dan fokus menulis dengan menggunakan nama pena 'Clara Ng'. 

Berbicara tentang pengalaman menulis, tentu ada momen pahit dan manis. Novel pertamanya, Tujuh Musim Setahun tidak begitu laris di pasaran. Penefiers jangan khawatir, walau ada kekecewaan, tapi semangat menulisnya tetap teguh, loh! Karya berikutnya, Indiana Chronicle, mulai menaikkan nama Clara Ng di deretan nama penulis fiksi populer. Sejak saat itu, semakin banyak karyanya yang menyasar remaja dan dewasa muda.



Novelnya kerap menampilkan tokoh wanita yang mandiri dan liku kehidupan metropolitan. Tidak heran jika Clara Ng termasuk salah satu pelopor genre Metropop di Indonesia. Beberapa novelnya dikemas ulang sebagai lini Metropop Klasik salah satu penerbit. Kadang, tema novelnya cukup unik dan berani dengan eksplorasi dunia LBGT dan minoritas. Tema-tema seperti ini tentu saja membawa angin segar dan memperkaya literatur di Indonesia.

 

  

Walau banyak karyanya tertuju pada dewasa muda, Clara Ng juga rajin menulis buku anak. Buku-buku anaklah yang justru membuatnya semakin popular dan meraih penghargaan. Dia pernah mendapat tiga penghargaan Adikarya dari Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) selama tiga tahun berturut-turut (2006-2007) untuk kategori Buku Anak Terbaik. Potensinya sebagai penulis buku anak juga diakui oleh Komite Nasional Indonesia dan British Council. Dia terpilih menjadi salah seorang dari 12 penulis yang mewakili Indonesia di London Book Fair tahun 2019 silam.



Seperti dikutip dari islandofimagination.com, ketertarikan Clara Ng pada cerita anak timbul setelah membaca The Giving Tree karya Shel Silverstein. Menurutnya, cerita anak bergitu bersahaja, tapi banyak hal baik dan indah yang tersampaikan. Sebagai seorang ibu, dia juga sering membacakan buku cerita bergambar kepada anaknya. Kemudian, Clara Ng semakin termotivasi untuk menulis cerita anak versinya, terutama yang tertuju pada anak-anak di bawah sepuluh tahun. Hingga saat ini, sudah banyak sekali karyanya yang dapat kita temui di toko buku.

Dalam wawancara dengan whiteboardjournal.com, Clara Ng menjelaskan lebih lanjut tentang ketertarikannya pada menulis buku anak. Beberapa tahun terakhir, dia sedang fokus pada buku cerita bergambar karena buku semacam ini masih sedikit di Tanah Air. Karir menulis buku anak pun menjadi tantangan tersendiri bagi Clara Ng. Untuk menulis buku anak, harus tergantung pada usia anak yang menjadi target pembaca. Kita harus paham pada psikologis dan daya tumbuh anak, karena sisi intelektual untuk setiap level umur anak akan berbeda-beda.


Tema atau isu untuk anak pun menjadi pertimbangan tersendiri ketika menulis. Mayoritas cerita anak di Indonesia fokus pada nilai-nilai yang diajarkan dalam agama, sedangkan Clara Ng lebih banyak mengajarkan nilai-nilai yang bersifat universal—kemanusiaan. Buku anak yang ditulisnya juga tidak melulu tentang sukacita, namun juga ada dukacita, karena anak juga bisa mengalami emosi negatif. Di samping itu, Clara Ng lebih senang memberi kebebasan anak untuk menafsirkan pesan moral yang disampaikan melalui bukunya ketimbang menulis pesan tersebut secara gamblang. Berkat keunikan dan kerja keras dalam menghasilkan karya berkualitas untuk anak-anak, tidak heran bila Clara Ng menjadi penulis buku anak yang semakin popular di Tanah Air.

Wah, ternyata menulis buku anak tidak segampang yang dikira, ya! Apakah Penefiers juga tertarik untuk menulis buku anak?

Sekian Author of the Month kali ini. Bulan depan, Penfi akan kenalin lagi dengan penulis lain yang tidak kalah kece, loh!

Omong-omong, jangan lupa untuk intip buku rekomendasi Penfi di Booklicious bulan ini, ya


BUAH PENA: 

Antologi:

  •          Rahasia Bulan – Gramedia Pustaka Utama (2006)

  •          Un Soir du Paris – Gramedia Pustaka Utama (2010)

  •          Dari Datuk ke Sakura Emas – Gramedia Pustaka Utama (2011)

  •          Dunia di Dalam Mata – Motion (2013)

  •          Cerita Cinta Indonesia – Gramedia Pustaka Utama (2014)

 

Kumpulan Cerita Pendek:

  •          Malaikat Jatuh dan Cerita-cerita Lainnya – Gramedia Pustaka Utama (2008, 2017)

  •          Himne Bunga-Bunga di Ladang dan Cerita Lainnya – Gramedia Pustaka Utama (2017)

Buku Anak:

  • Berbagi Cerita, Berbagi Cinta (7 buku) – Gramedia Pustaka Utama (2006) ~ ilustrasi oleh Verdi — Edisi bilingual berjudul Stories from the Heart

o   Dari Negeri Seberang

o   Pergi ke Pantai

o   Lupi Si Pelupa

o   Hujan, Hujan, Hujan

o   Suara Apa Itu?

o   Benji Sakit Gigi

o   Gaya Rambut Pascal

  • Sejuta Warna Pelangi (9 buku) – Gramedia Pustaka Utama (2007)

o   Aku Bisa Terbang ~ ilustrasi oleh eMTe

o   Ambilkan Bulan, Yah! ~ ilustrasi oleh Maryna

o   Jangan Bilang Siapa-Siapa! ~ ilustrasi oleh Martin

o   Kapan Hujan Berhenti? ~ ilustrasi oleh Eddie

o   Mau Lagi, Lagi, Lagi! ~ ilustrasi oleh Martin

o   Melukis Cinta ~ ilustrasi oleh Maryna

o   Milo Sedang Bosan ~ ilustrasi oleh Eddie

o   Sore Super Sibuk ~ ilustrasi oleh eMTe

o   Pesta Kostum Tengah Malam ~ ilustrasi oleh Martin

  • Bagai Bumi Berhenti Berputar (5 buku) – Gramedia Pustaka Utama (2008) ~ ilustrasi oleh eMTe

o   Seribu Sahabat Selamanya

o   Yang Paling Istimewa

o   Jangan Lupa Aku Mencintaimu

o   Pohon Harapan

o   Kerlip Bintang di Langit

  • Dongeng Tujuh Menit (7 buku) – Gramedia Pustaka Utama (2009)

o   Kancil yang Baik ~ ilustrasi oleh Herlina Kartaatmadja

o   Air Mata Buaya ~ ilustrasi oleh Gina

o   Bugi Hiu Suka Senyum ~ ilustrasi oleh Cecillia Hidayat

o   Ketahuan ~ ilustrasi oleh Gina

o   Padi Merah Jambu ~ ilustrasi oleh Herlina Kartaatmadja

o   Upik Bermain Bola ~ ilustrasi oleh Ella Elviana

o   Wayang Sebelum Tidur ~ ilustrasi oleh Cecillia Hidayat

  • Princess, Bajak Laut, dan Alien – Plotpoint (2013) ~ kolaborasi dengan Icha Rahmanti 
  • Dru dan Kisah Lima Kerajaan – Gramedia Pustaka Utama (2016) ~ ilustrasi oleh Renata Owen
  • Dongeng Dialetika (6 buku) – Gramedia Pustaka Utama (2018)

o   Melilit Seperti Sulur ~ ilustrasi oleh Sekar Ayu

o   Hari Potong Rambut ~ ilustrasi oleh Alif Quita

o   Alfabet Perubahan ~ ilustrasi oleh Si Ona

o   Sehari Bersama Reni ~ ilustrasi oleh Septianie Putri

o   Berondong Jagung Sampai Negeri Kangguru ~ ilustrasi oleh Nita Darsono

o   Jika Ayah Bajak Laut dan Ibu Putri Duyung ~ ilustrasi oleh Dionesia Nadya D.

  • Angin dari Tebing (2 buku) – Gramedia Pustaka Utama (2020) ~ ilustrasi oleh Yustina Antonio


Novel Dewasa Muda:

  •          Tujuh Musim Setahun – Dewata (2002)

  •          Indiana Chronicle #1: Blues – Gramedia Pustaka Utama (2004) 

  •          The (Un)Reality Show – Gramedia Pustaka Utama (2004, 2012)

  •          Indiana Chronicle #2: Lipstick – Gramedia Pustaka Utama (2005)   

  •          Indiana Chronicle #3: Bridesmaid – Gramedia Pustaka Utama (2005)   

  •          Dimsum Terakhir – Gramedia Pustaka Utama (2006, 2012, 2019)

  •          Utukki: Sayap Para Dewa – Gramedia Pustaka Utama (2006, 2011)

  •          Tiga Venus – Gramedia Pustaka Utama (2007, 2020)

  •          Gerhana Kembar – Gramedia Pustaka Utama (2007, 2013, 2015)

  •          Tea for Two – Gramedia Pustaka Utama (2009)

  •          Jampi-jampi Varaiya #1: Jampi-jampi Varaiya – Gramedia Pustaka Utama (2009, 2013)

  •          Jampi-jampi Varaiya #2: Ramuan Drama Cinta – Gramedia Pustaka Utama (2011)

  •          Jampi-jampi Varaiya #3: Mantra Dies Irae – Gramedia Pustaka Utama (2012)

  •          Pintu Harmonika – Plotpoint (2013) ~ kolaborasi dengan Icha Rahmanti 

  •          Black Jack – Gramedia Pustaka Utama (2013) ~ kolaborasi dengan Felice Cahyadi


Nonfiksi:

  •          Rahasia Penulis Hebat: Membangun Setting Lokasi – Gramedia Pustaka Utama (2012)

  •          Merry Riana: Langkah Sejuta Suluh – Gramedia Pustaka Utama (2014)