Kamis, 31 Desember 2020

[Bibliostation] Museum Kesehatan Dr. Adhyatama

 Halo, Penefiers!

Masih berhubungan dengan rekomendasi fiksi tema pandemi di Booklicious, Penfi mau ajak kalian ke tempat yang berhubungan dengan dunia medis dan kesehatan. Tolong siapkan nyali dulu, karena tempat ini bisa bikin bulu kuduk berdiri.

Lokasi ini sempat didirikan Rumah Sakit Darurat untuk pasien Covid-19 di Surabaya. Yup, Bibliostation kali ini, kita akan ke Surabaya, tepatnya Museum Kesehatan Dr. Adhyatama yang terkenal mistik dan penuh misteri!



SEKILAS:

Museum ini telah ada sejak 1990 bahkan ide pembentukannya lebih lama lagi, namun baru diresmikan pada 16 Desember 2003. Pemerintah melalui Departemen Kesehatan mendirikan museum ini dengan tujuan untuk melestarikan warisan budaya dan dokumentasi setiap peristiwa yang berhubungan dengan bidang kesehatan. Awalnya, museum ini dirintis oleh Dr. Haryadi Soeparto. Nama Adhyatma sendiri berasal dari nama Menteri Kesehatan Dr. Adhyatma yang menjabat sejak 1988 sampai 1993.

Selama bertahun-tahun, koleksi museum ini semakin banyak dan hingga akhirnya diresmikan lagi pada 14 September 2004 oleh Menteri Kesehatan kala itu, Dr. Achmad Sujudi. Bersamaan dengan peresmian itu, dibuat perpustakaan yang berisi berbagai koleksi buku, majalah, kaset rekaman, video, dan keperluan pustaka lain yang berhubungan dengan bidang kesehatan dan perkembangannya di Indonesia.

Ternyata bila diselidiki lebih lanjut, gedung museum ini dulu dibangun pada tahun 1950 oleh Menteri Kesehatan saat itu Dr. J. Leimena sebagai rumah sakit kelamin. Peletakan batu pertama pada 10 November 1951. Dulu rumah sakit kelamin ini berskala internasional dan paling besar di Asia Tenggara.

Isi museum pun tidak hanya berisi alat-alat modern seperti yang kita ketahui. Museum ini juga berisi alat-alat medis pada zaman dulu. Bahkan lebih unik lagi, ada alat perawatan yang berkaitan dengan unsur klenik atau perdukunan. Generasi sekarang akan tahu, bahwa pada masa-masa lampau, perawatan klenik sangat nyata eksistensinya bahkan diam-diam pun masih ada yang melakukannya di masa kini.

Penefiers juga akan menemukan gambar tokoh penting seperti menteri kesehatan yang pernah menjabat, tokoh kesehatan dunia dan khususnya Indonesia, seperti dokter. Kemudian ada juga koleksi wayang yang punya peran dalam bidang kesehatan di cerita wayang, yaitu Sadewa, Limbuk, Krisna, dan lain-lain.

Sehari mungkin saja tidak cukup untuk menjelajahi isi museum ini. Apalagi museum ini punya banyak ruangan atau sasana. Sasana tersebut antara lain sebagai berikut:

a.    Sasana Adhyatma: berisi koleksi milik Dr. Adhyatma.

b.    Sasana Kencana: berisi barang bersejarah, seperti lencana dari logam mulia, surat penghargaan bidang kesehatan, dan lain-lain.

c.    Sasana Kesehatan Reproduksi: berisi koleksi untuk kesehatan reproduksi, kehamilan dan persalinan, serta kesehatan ibu dan anak.

d.    Sasana Genetika: berisi informasi terkait genetika, bahkan informasi tentang silsilah keluarga kerajaan.

e.    Sasana Kesehatan Budaya: berisi alat kesehatan yang berkaitan dengan nilai budaya, termasuk alat-alat gaib atau spiritual.

f.     Sasana Fauna: berisi penjelasan mendalam tentang bakteri dan virus, hewan yang menjadi mediator penyakit, dan penyebarannya.

g.    Sasana Medik dan Nonmedik: berisi beragam alat medis dan nonmedis dari masa ke masa.








Oleh karena menyimpan barang-barang tradisional yang berhubungan dengan perdukunan, museum ini kadang disebut museum santet. Nah, lebih mengerikan lagi, ada sebuah ruangan dengan pintu aneh bertuliskan ‘dunia lain’ dan dikunci rapat. Konon, ruangan itu bekas kamar mandi rumah sakit yang banyak dihuni makhluk dari dunia lain. Hiii…


Apakah Penefiers tertarik untuk mengunjungi tempat ini? Jangan lupa bagikan pengalamanmu di tempat ini di komentar, ya. Demikianlah jalan-jalan kali ini dan nantikan Bibliostation selanjutnya di 2021.



KONTAK:

          Alamat           : Jl. Indrapura No. 17, Kemayoran, Krembangan,

  Surabaya, Jawa Timur 60176

Telp./Fax.      : (031) 3528748

 

 

JAM OPERASIONAL: 

Senin-Jumat   : 08.00 – 15.00 WIB

          Sabtu-Minggu : Tutup

          Hari Besar      : Tutup        

 

BIAYA: 

Tiket Masuk: Rp 5.000 / orang



SUMBER DATA:

1.  https://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Kesehatan_Surabaya

2. https://travelingyuk.com/museum-kesehatan/4781?utm_source=idle&utm_medium=dekstop&utm_campaign=reload

3. https://jejakpiknik.com/museum-kesehatan-surabaya/

4. https://travel.detik.com/fototravel/d-5039545/potret-museum-kesehatan-surabaya-yang-mistis

5.https://www.goodnewsfromindonesia.id/2019/10/25/peninggalan-pengobatan-kesehatan-di-museum-kesehatan-surabaya

6.https://sejarahlengkap.com/bangunan/museum-kesehatan-surabaya

[AotM] Fiksi Ilmiah dari Emily St. John Mendel

 

Halo, Penefiers!

Pada Author of the Month kali ini, Penfi mau kenalin penulis yang mungkin jarang terdengar oleh kalian. Walau jarang terdengar, bukan berarti karena bukunya jelek lho! Justru dia pernah memenangkan Arthur C. Clarke Award tahun 2015, sebuah penghargaan bergengsi untuk karya fiksi ilmiah British. Buku yang memenangkan penghargaan, Station Eleven juga Penfi bahas di Booklicious . Nah, langsung saja kita cari tau tentang penulis Station Eleven, Emily St. John Mandel!


TENTANG PENULIS:

Emily St. John Mandel lahir di Merville, Canada pada tahun 1979. Hayo, kalau lihat fotonya pasti salah tebak umurnya~ Dia pindah ke Pulau Denman saat usia 10 tahun bersama keluarganya. Pada usia 18 tahun, dia belajar tari modern di The School of Toronto Dance Theatre. Sebelum pindah ke New York, dia juga sempat tinggal di Montreal beberapa waktu.

Karir menulisnya bisa dibilang akibat hobi menulis diari sejak remaja. Hingga saat ini, sudah ada lima novel yang diterbitkannya. Novel yang paling populer adalah Station Eleven, sebuah fiksi post-apocalyptic yang mengingatkan kita pada kondisi pandemi sekarang. Novel ini sempat masuk nominasi National Book Award, Faulkner Award for Fiction, dan Baileys Women’s Prize for Fiction. Bahkan memenangkan Arthur C. Clarke Award dan Toronto Book Award. Dia tidak menyangka novel ini bisa mendapat penghargaan bidang fiksi ilmiah, karena dia menganggap Station Eleven hanya sebatas fiksi umum. Novel terbarunya adalah The Glass Hotel yang terbit di tahun 2020. 



Dalam sebuah wawancara dengan The Guardian, Emily Mandel menyebut buku distopia favoritnya adalah A Canticle for Liebowitz karya Walter Miller. Ini adalah sebuah buku yang ditulis pada tahun 1960. Dia membacanya ketika berusia 15 tahun dan buku itu membekas di ingatan hingga sekarang. Wah, Penfi jadi penasaran tentang apa buku ini! Emily juga menyebutkan buku-buku lain yang disukainya sejak kecil,yaitu The Dark is Rising karya Susan Cooper, The Chornicles of Narnia karya C. S. Lewis, dan The Lord of the Rings karya J. R. R. Tolkien.

Ternyata Emily Mandel penggemar karya fantasi juga. Siapa nih yang sudah baca bukunya? Sekian Author of the Month kali ini. Jangan lupa untuk kunjungi Booklicious dan Bibliostation juga! Sampai jumpa di tahun 2021!

[Booklicious] Rekomendasi Buku Bertema Pandemi untuk Mengakhiri 2020

 

Halo, Penefiers!

Tahun 2020 segera berakhir. Berapa banyak buku yang sudah Penefiers baca? Tahun ini memang terasa berat terutama harus ‘di rumah saja’, tapi ambil hikmahnya saja, kita bisa mengurangi timbunan. Hehehe….

Untuk menutup tahun ini, Penfi mau rekomendasikan buku fiksi bertema pandemi. Ada yang bisa habis dibaca dalam sekali duduk, lho! Yuk, langsung cek saja.



STATION ELEVEN

oleh Emily St. John Mandel

Buku ini baru diterbitkan oleh Elex Media Komputindo di Juli 2020. Buku ini sempat disebut sebagai buku terbaik yang terbit pada 2014 oleh berbagai media, seperti The Washington Post, Journal Sentinel, The Huffington Post, TIME Magazine, dan lain-lain. Walaupun tidak dipandang sebagai fiksi ilmiah oleh penulisnya sendiri, namun Station Eleven berhasil memenangkan Arthur C. Clarke Award di tahun 2015. Arthur C. Clarke Award adalah salah satu penghargaan untuk fiksi ilmiah paling bergengsi. Novel ini juga memenangkan Toronto Book Award di tahun yang sama, serta daftar panjang nominasi beberapa penghargaan lainnya.

Station Eleven berlatar di Great Lakes sebelum dan sesudah dilanda pandemi bernama Georgia Flu. Novel ini mengambil latar cerita dua puluh tahun sebelum dan sesudah pandemi menyerang.

Cerita bermula saat Arthur Leander meninggal dalam pementasan King Lear di Toronto dan seorang penonton berlari ke depan ingin memberi pertolongan. Sejak malam itu Georgia Flu menyebar dan menyerang dunia. Masa inkubasinya sangat cepat. Setelah tertular, manusia akan sakit dalam tiga atau empat jam dan meninggal dalam satu atau dua hari. Tingkat kematiannya adalah 99%. Dalam minggu pertama, listrik padam, alat komunikasi dan transportasi lumpuh. Minggu kedua, peradaban manusia sudah runtuh. Bagaimana kira-kira cara manusia mempertahankan eksistensinya di muka Bumi? 

Siapa sangka setelah enam tahun buku ini rilis, sebuah pandemi benar-benar muncul dan langsung melemahkan perekonomian dunia. Novel ini kembali ramai diperbincangkan bahkan segera diadaptasi ke dalam miniseries di HBO Max. Nah, mari kita tunggu tanggal tayangnya! Oh, penulisnya menjadi Author of the Month bulan ini, jadi jangan lupa dikunjungi juga, ya!


BLINDNESS SERIES

oleh José Saramago

Seri ini cukup lawas. Buku pertama yang ditulis oleh José Saramago pada tahun 1995 pernah populer pada masanya. Nama José Saramago sebagai pemenang Nobel Sastra tahun 1998 saja sudah jadi daya tarik untuk membaca buku ini. Penerbit Ufuk pernah menerbitkannya pada 2007, kemudian diterbit ulang oleh Penerbit Matahari pada 2015.



Sebuah sekuel dari Blindness berjudul Seeing terbit pada 2004 dalam bahasa Portugis kemudian Inggris pada 2006. Pada 2008, Blindness diadaptasi ke layar lebar dan tayang perdana di Cannes Film Festival.



Novel ini cukup laris di luar negeri, namun sayang sekali di Indonesia mungkin masih banyak yang belum mengetahui tentang buku ini.

 

PANDEMIC

oleh Jesse F. Bone


Pandemi diterbitkan oleh Sunset Road pada September 2020. Novela yang sangat tipis ini terbit pertama kali tahun 1962. Wow!

Sebuah virus mematikan telah muncul akibat kecelakaan penelitian oleh Alan Thurston. Dialah yang pertama menemukannya dan dia juga yang pertama kali meninggal karenanya. Anak-anak diketahui sangat rentan terhadap virus ini dengan tingkat kematian sangat tinggi. Dokter Kramer dan Mary bekerja sama dalam menemukan vaksin sebelum anak-anak hilang dari muka Bumi dan populasi manusia lenyap selamanya.

Penefiers percaya deh, buku tipis ini bakal habis dalam beberapa menit. Walau tipis, buku ini tidak bisa dianggap remeh, karena cukup banyak istilah ‘berat’ yang muncul untuk bikin kamu mengerutkan kening.